Oleh: Jamal Ma’mur Asmani
Demo di Pati tanggal 13 Agustus 2025 kemarin menjadi pelajaran penting bagi para pemimpin di negeri ini bahwa menjadi pemimpin harus bijaksana.
Pemimpin dalam bahasa agama harus selalu melahirkan kebijakan dan mengalokasikan anggaran yang berorientasi kepada kemaslahatan rakyat yang dipimpinnya. Kemaslahatan diukur dari peningkatan kesejahteraan di bidang ekonomi, pendidikan, dan kesehatan serta menjauhi hal-hal yang menyusahkan dan membebani rakyat.
Kemaslahatan dilihat dari rakyat yang paling lemah dan tertindas, bukan dari kalangan elit. Jika rakyat paling lemah merasakan kemanfaatan kebijakan dan anggaran pemimpin, maka itulah kemaslahatan hakiki. Sebaliknya, jika rakyat paling lemah justru menjerit dan terkecik, maka kebijakan pemimpin membawa kerusakan dan kesengsaraan hakiki.
Hal ini harus dijauhi oleh pemimpin karena kesewenang-wenangan dan ketidakadilan akan kembali kepada dirinya sendiri. Dalam hadis Nabi ditegaskan bahwa pemimpin yang menyusahkan rakyatnya akan disusahkan oleh Allah. Sebaliknya, pemimpin yang menyejahterakan rakyat akan disejahterakan Allah.
Di sinilah pentingnya karakter pemimpin yang mampu membawa kemaslahatan dan menjauhkan rakyat dari kerusakan dan kesengsaraan. Karakter utama pemimpin tersebut adalah raufun rahim kepada rakyatnya.
Raufun rahim menurut M. Qurasih Shihab (2021:302-305) adalah lemah lembut dan kasih sayang dengan melimpah ruah anugerah yang menyenangkan dari pemimpin kepada rakyat yang besar kebutuhannya. Raufun rahim ini meniscayakan adanya jalinan hubungan kepada yang dikasihi yang meliputi seluruh makhluk.
Menurut KH. A. Mustafa Bisri, seorang pemimpin harus merasa berat ketika melihat kesengsaraan dan penderitaan rakyatnya. Ia mencintai rakyatnya seperti mencintai dirinya sendiri, sehingga ia akan totalitas berjuang untuk menyejahterakan rakyat.
Totalitas perjuangan pemimpin diwujudkan dalam bentuk peningkatan ekonomi masyarakat, pengembangan kualitas pendidikan dan kesehatan, serta memerangi korupsi dan kolusi yang menghambat demokrasi dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
Pemimpin visioner mampu menciptakan sumber-sumber ekonomi yang menyedot lapangan pekerjaan bagi rakyatnya sehingga tingkat kemandirian rakyat mengalami peningkatan signifikan. Kemandirian ini menjadi kunci bagi peningkatan di bidang pendidikan, kesehatan, dan sosial.
Dalam tradisi Islam, pemimpin visioner kreatif tersebut ada pada Umar bin Khattab dan Umar bin Abdul Aziz. Keduanya adalah sosok pemimpin adil yang selalu memprioritaskan pelayanan rakyat. Jangan sampai ada rakyatnya yang kelaparan sehingga keduanya berjuang supaya semua rakyat terbebas dari kelaparan. Bahkan Sayyidina Umar bin Khattab tidak menghukum rakyatnya yang mencuri ketika musim krisis ekonomi.
Keduanya sosok yang sederhana dan menjauhi menggunakan fasilitas Negara demi kepentingan pribadi, keluarga dan kelompok. Amanat kekuasaan digunakan seoptimal mungkin untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dari berbagai aspek kehidupan.
Kenaikan pajak yang ada di Pati bertolak belakang dengan karakter pemimpin yang adil, lemah lembut dan kasih sayang sebagaimana keterangan di atas. Justru kebijakan kenaikan pajak ini menyengsarakan dan menjadikan rakyat makin tertindas.
Menurut survei perguruan tinggi Institut Pesantren Mathali’ul Falah (IPMAFA), ada 98% responden yang menyatakan bahwa kebijakan Bupati Pati terkait kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tidak mempertimbangkan kemampuan ekonomi masyarakat dan mengabaikan prinsip keadilan sosial.
Maka wajar jika akumulasi kekecewaan dan amarah warga Pati memuncak dan berujung kepada aksi demo besar-besaran pada tanggal 13 Agustus 2025 kemarin. Hal ini diperparah dengan gaya kepemimpinan yang dinilai arogan, otoriter dan sentralistik yang tidak mendengar aspirasi masyarakat dan justru terkesan menantang.
Dalam pandangan agama, sebagaimana dijelaskan Imam Yusuf al-Qaradlawi dalam kitabnya Fiqhuzzakah, jika seseorang pemimpin akan menetapkan atau menaikkan pajak, maka harus melibatkan orang-orang yang mempunyai kompetensi, seperti para ulama, akademisi, tokoh masyarakat, dan lain-lain yang menjadi rujukan umat dan bangsa.
Bahkan, Imam Haramaian menegaskan wajibnya seorang penguasa mengikuti pemikiran, saran dan nasehat ulama (ilmuwan). Ulama adalah pemimpin yang sebenarnya yang selalu memikirkan kemaslahatan umat dan bangsa.
KH. MA. Sahal Mahfudh menekankan karakter penting ulama, yaitu faqih fi mashalihil khalqi (peka dan paham betul terhadap kemaslahatan makhluk). Respons cepat Bupati Pati dengan membatalkan kenaikan pajak 250 % dan mengembalikan sekolah menjadi 6 hari adalah langkah positif dan efektif karena mengabulkan tuntutan rakyat yang dipimpinnya.
Selain itu, proyek-proyek lain yang tidak urgens, lebih baik dialokasikan untuk membuka lapangan kerja bagi rakyat, meningkatkan kemandirian ekonomi kelas bawah, dan mengembangkan kualitas pendidikan.
Ke depan, semua warga Pati harus percaya kepada proses yang berjalan di DPRD Pati yang berlangsung secara terbuka. Hal ini sesuai konstitusi yang dijunjung tinggi semua pihak.
Semoga pasca demo ini, Bupati Pati lebih demokratis dan pro-rakyat, jauh dari kesan arogan, otoriter dan sentralistik, sehingga rekonsiliasi pemimpin dan rakyatnya bisa terjalin dengan baik untuk membangun Pati menjadi lebih maju.
Sinergi antar seluruh elemen sangat dibutuhkan demi membangun Pati yang thayyibatun wa rabbun ghafur.
*Warga Pati