Oleh: Jamal Ma’mur Asmani
Ahad 17 Agustus 2025 kemarin kita merayakan kemerdekaan bangsa ini yang ke-80. Gegap gempita mewarnai perayaan kemerdekaan dari atas sampai pelosok di seluruh nusantara. Bangsa ini adalah milik seluruh warga, sehingga momentum peringatan kemerdekaan bangsa ini dirasakan bahagia dan bangga oleh seluruh warga bangsa.
Namun, kebahagiaan ini adalah starting point untuk melangkah ke depan dengan penuh keberanian dan keyakinan tinggi dalam meneruskan spirit perjuangan para pahlawan dalam membangun bangsa. Para pahlawan telah mengorbankan jiwa raga demi mengusir penjajah dari bumi tercinta sehingga anak cucu sekarang bisa menikmatinya dengan penuh suka cita. Segala potensi mereka curahkan untuk meninggalkan legacy kemerdekaan.
Tugas dan tanggungjawab generasi penerus sekarang adalah memerangi kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan dengan seganap jiwa raga supaya bangsa ini menjadi maju, hebat, dan disegani bangsa-bangsa lain di dunia karena prestasinya yang eksponsional. Endingnya adalah terwujudnya keadilan sosial substansial bagi seluruh rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke tanpa terkecuali.
Menurut KH. Masdar Farid Mas’udi, dalam menegakkan keadilan, rakyat yang lemah harus mendapat prioritas tertinggi karena mereka belum mampu memenuhi hak-haknya dengan kekuatan sendiri. Di sinilah keadilan bermakna keseimbangan dan kesetaraan terwujudkan. Di sini juga makna adil dalam arti memberikan hak kepada yang berhak terlaksana dengan baik. Negara dalam hal ini hadir sebagai pelindung kepada rakyat, khususnya yang lemah dengan cara memenuhi hak mereka yang hilang atau terampas (Mas’udi, 2013).
Dalam konteks ini, menggaungkan jihad pendidikan, ekonomi dan keterbelakangan sangat relevan dengan tujuan memanggil setiap individu, komunitas dan negara untuk memberikan kontribusi terbaiknya sesuai kapasitas masing-masing.
Jihad adalah mencurahkan segala kemampuan yang dimiliki untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Jihad meniscayakan totalitas potensi yang dicurahkan sehingga hasil yang didapatkan maksimal sesuai target yang diinginkan. Idealisme harus mengiringi jihad ini supaya tidak mudah patah oleh gangguan dan rintangan dan tidak layu oleh iming-iming materi dan kedudukan.
Menurut M. Quraish Shihab, memberantas kebodohan, kemiskinan dan penyakit adalah jihad yang tidak kalah pentingnya jika dibandingkan dengan mengangkat senjata (Shihab, 2007).
Menurut Sayyid Abu Bakar Syatha dalam Hasyiyah I’anah al-Thalibin (juz 4:182) menjelaskan bahwa memberi makan orang lapar adalah termasuk kewajiban kolektif (fardlu kifayah) dan jika sudah sampai tahap darurat maka menjadi kewajiban individual (fardlu ‘ain) yang harus ditunaikan.
Dalam konteks jihad kebodohan, maka langkah yang harus ditempuh adalah fungsionalisasi pendidikan informal (keluarga), nonformal (masyarakat) dan formal (sekolah).
Setiap keluarga harus digugah kesadarannya bahwa pendidikan formatif, determinan dan konstruktif adalah pendidikan yang dimulai dari keluarga. Buah dari pendidikan keluarga ini adalah karakter unggul yang meliputi aspek keagamaan, kepribadian, dan kepedulian sosial yang tinggi kepada sesama.
Masyarakat harus dipanggil tanggungjawabnya untuk bersama-sama membangun nilai-nilai positif di lingkungannya. Mushalla, masjid, majlis ta’lim, jamaah pengajian serta paguyuban harus bersama-sama melakukan internalisasi nilai positif di tengah masyarakat, seperti penghargaan yang tinggi terhadap waktu, disiplin, toleran dan tegas dalam mencegah kemungkaran, seperti mabuk-mabukan, narkoba, sabu-sabu, kriminal, dan lain-lain.
Sekolah harus terpanggil untuk menjadikan lembaga pendidikannya sebagai wahana pemunculan bakat-bakat hebat, kemudian mengasahkan secara maksimal sehingga muncul ke permukaan dan tampil sebagai pribadi-pribadi hebat dengan karakter hebat sehingga kapasitas spiritual, intelektual, dan sosialnya didarmabaktikan untuk kemajuan negeri dan umat manusia.
Jangan sampai sekolah hanya mengulang-ngulang materi masa lalu yang sudah kehilangan relevansi dan vitalitas dalam menghadapi gemburan globalisasi. Materi lama harus diperkaya dengan inovasi baru dan menyerap materi baru yang mampu menggugah kesadaran personal dan kolektif anak didik dalam mengeluarkan segala potensi yang dimiliki sehingga jelas tugas sekolah: optimalisasi bakat terbesar anak didik.
Belajar sesuai dengan bakat itu menyenangkan dan menghasilkan kemampuan yang luar biasa dalam waktu yang relatif singkat.
Jihad kemiskinan dilakukan dengan pemberian life skills yang mampu digunakan untuk ‘survive’ di tengah situasi dan kondisi apapun. Life skills adalah kemampuan dan keahlian yang bisa digunakan untuk menghasilkan pendapatan di tengah persaingan yang ketat. Life skills bisa dapat bentuk pelatihan wirausaha, digital marketing, jurnalistik, networking, menjahit, bengkel, content creator, dan lain-lain yang disesuaikan dengan tantangan zaman.
Sasaran utama program ini adalah kader-kader muda produktif yang diharapkan mampu menguasai materi secara lengkap sehingga berani melakukan eksperimentasi dan pengembangan terus menerus.
Untuk pemerintah, jihad kemiskinan adalah membuka lapangan kerja sebesar-besarnya dan seluas-luasnya serta memberikan jaminan sosial bagi keluarga tidak mampu, kaum lemah tertindas, dan kelompok marginal lainnya.
Pemerintah harus berkolaborasi dengan dunia usaha sehingga tercipta lapangan kerja yang produktif dengan gaji yang layak untuk mengentaskan kemiskinan ekstrim yang masih besar di negeri ini. Angka kemiskinan menurut BPS (Badan Pusat Statistik) Maret 2025 sebesar 8,47 persen, lebih rendah dari 8,57 persen pada September 2024. Dari sini, maka jumlah penduduk miskin di Indonesia berkurang menjadi 23,85 juta orang (https://www.bps.go.id/id/news/2025/07/25).
Akhirnya setiap individu, korporasi dan Negara harus terpanggil untuk secara bersama-sama melakukan jihad memberantas kebodohan dan kemiskinan yang menjadikan bangsa ini tidak mampu berlari kencang dan terbang tinggi.
Sudah saatnya bangsa ini terbang tinggi seperti burung garuda yang mampu mengepakkan sayapnya untuk terbang tinggi melintasi berbagai medan terjal menuju pulau impian, yaitu terwujudnya surga dunia dan akhirat dengan terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Usaha sungguh-sungguh dengan penuh optimisme dan kepercayaan diri tinggi antar seluruh elemen bangsa menjadi kunci keberhasilan cita-cita besar ini. Amiin.
Wallahu A’lam Bish Shawab
Warga Negara Indonesia
