Oleh Jamal Ma’mur Asmani
Menurut KH. Abdurrahman Wahid, ada tiga pilar Islam yang harus mewarnai kehidupan, yaitu demokrasi (syura), keadilan (‘adalah), dan kesetaraan (musawah). Jika ketiga pilar utama tersebut tegak di muka bumi, maka kehidupan berjalan dengan baik dan membahagiakan. Namun jika ketiganya tercederai, maka kehidupan menjadi buram dan gelap. Masyarakat jauh dari kesahajaan dan kebahagiaan lahir dan batin.
Kasus kematian karyawan ojol, Affan Kurniawan, menjadi tragedi demokrasi, keadilan dan kesetaraan. Seorang warga Negara yang baru mengais rejeki demi menghidupi keluarganya justru berakhir tragis oleh aparat keamanan yang bertindak kejam dan brutal dengan menggunakan alat Negara yang dibeli dari pajak rakyat. Insiden yang jauh dari nilai keislaman dan kemanusiaan ini menyulut emosi publik sehingga terjadi luapan demonstrasi besar-besaran di berbagai daerah di Indonesia.
Dalam konteks Islam, membunuh nyawa manusia adalah dosa besar. Orang yang membunuh satu manusia seperti membunuh semua manusia. Sebaliknya, orang yang menghidupkan satu manusia, maka ia seperti menghidupkan semua manusia. Maka tindakan kriminal aparat keamanan ini harus diusut tuntas dan transparan sebagai pelajaran berharga supaya tidak terulang yang kedua kali.
Ke depan, tragedi kemanusiaan ini harus mendorong semua pihak, khususnya pemerintah untuk menegakkan supremasi demokrasi dengan memberikan akses seluar-luasnya kepada masyarakat untuk menyalurkan aspirasinya secara damai dan tertib. Eksekutif, legislatif dan yudikatif harus menebarkan kedamaian, kerukunan dan keberpihakan kepada masyarakat kecil dan menghindari statement yang provokatif dan tendensius yang menyulut dan membakar emosi publik.
Langkah strategis efektif lainnya yang mendesak dilakukan adalah memastikan program yang tidak membawa kemaslahatan rakyat direvisi dan direlokasi ke program yang benar-benar membawa kemaslahatan rakyat, khususnya mereka yang lemah dan tertindas. Dalam kaidah agama disebutkan bahwa kebijakan seorang pemimpin harus berkelit kelindan dengan kemaslahatan rakyat. Imam Jalaluddin As-Suyuthi dalam kitab Asybah Wan Nadhair menjelaskan bahwa seorang pemimpin dalam membuat kebijakan tidak boleh karena faktor kesenangan (tasyahhi), tapi harus benar-benar berpijak kepada kemaslahatan riil.
Menurut aspirasi banyak pihak, MBG (makan bergizi gratis) yang menghabiskan anggaran besar Negara, tunjangan rumah anggota DPR, kenaikan pajak, memperbanyak obyek pajak, dan naiknya iuran BPJS adalah program yang tidak membawa kemaslahatan publik secara luas. Justru, program tersebut menyengsarakan rakyat yang sedang dalam himpitan ekonomi. Lebih baik, program tersebut diganti dengan program yang benar-benar dirasakan membawa kemaslahatan, seperti pendidikan gratis, memperbaiki sarana prasarana pendidikan yang rusak, khususnya yang ada di daerah terpencil, meningkatkan modal kelas ekonomi menengah ke bawah, menciptakan lapangan kerja, dan memberikan jaminan sosial bagi kelompok tidak mampu.
Di sinilah keadilan Negara ditunggu jutaan rakyat. Menegakkan keadilan menurut KH. MA. Sahal Mahfudh adalah tugas utama Negara. Negara yang adil akan dicintai rakyat. Sebaliknya, Negara yang dzalim, arogan dan sewenang-wenang dibenci rakyat. Keadilan Negara menurut KH. Masdar Farid Mas’udi diukur oleh kelas masyarakat yang paling bawah. Jika para petani, nelayan, tukang ojek, buruh, dan pedagang kaki lima merasakan manfaat sebuah program, maka di situlah kemaslahatan dan keadilan tegak. Sebaliknya, ketika kelas bawah menjerit dan terluka, maka disitulah ketidakadilan sedang menindas.
Menurut KH. Masdar Farid Mas’udi, anggaran Negara prioritasnya adalah masyarakat kelas bawah (fuqara’-masakin), bukan lembaga Negara (‘amilin) sebagaimana inspirasi yang ada dalam Q.S. At-Taubah ayat 60. Nabi Muhammad, Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib adalah sosok pemimpin teladan yang berjuang untuk menyejahterakan rakyatnya dan menghindari memperkaya diri, keluarga dan golongan.
Dalam konteks Indonesia, kita harus belajar banyak kepada sosok KH. Abdurrahman Wahid yang sangat sederhana, bersahaja, dan cinta damai. Beliau adalah pemimpin struktural dan kultural yang dicintai rakyatnya. Pemikiran dan perjuangannya menginspirasi publik sepanjang masa. Pemberantasan korupsi, kesejahteraan rakyat dan humanisasi aparat penegak hukum adalah prioritas programnya ketika menjadi presiden.
Semoga pasca tragedi kematian tragis Affan Kurniawan, bangsa ini lekas melakukan introspeksi dengan membuat program yang berpihak kepada rakyat dan menghindari hal-hal yang menyulut emosi rakyat. Amiin.
*Penulis buku